wawan

wawan
wa2n

Jumat, 29 April 2011

GAGASAN KARYA TULIS ILMIAH






judul karya tulis:
PEMANFAATAN TEKNOLOGI BIO FLOC UNTUK BUDIDAYA UDANG VANAMEI (Litopanaeus vanamei )

diusulkan oleh
                Nama    : WAWAN SETYAWAN
                NIM        : 26010210141005
                Prodi    : BDP


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010

HALAMAN PENGESAHAN


















KATA PENGHANTAR

    Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulisan karya ilmiah dengan judul”BUDIDAYA UDANG VANAMEI Litopanaeus vanamei DENGAN SYTEM TEKNOLOGI BIOFLOK”ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari karya tulis ini masih perlu dilakukan perbaikan, baik materi maupun sistematika penulisannya. Namun, penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya.



Semarang,  febuari 2011


wawan setyawan











RINGKASAN

    Konsep bioflocs merupakan konsep yang menawarkan hasil akhir berupa pengurangan biaya pakan melalui terbentuknya single cell protein yang mampu meminimalisasi ketergantungan pakan. Sedangkan kontrol nitrogen anorganik dalam sistem perairan akuakultur dapat diatur melalui rasio C/N. Hal ini merupakan suatu teknik yang lebih praktis dan murah untuk mengurangi penumpukann nitrogen anorganik di dalam kolam. Kegiatan kontrol nitrogen dapat dilakukan melalui pemberian karbon sebagai sumber energi atau pakan bagi bakteri. Nitrogen akan berkurang karena terjadi penyusunan protein atau SCP (single cell protein) oleh mikroba. Masalah amoniak (NH3) pada kolam juga dapat diatasi dengan memberikan bakteri yang biasa hidup diperairan dan memiliki kemampuan untuk mereduksi amonia menjadi bentuk lainnya yang tidak bersifat toksik bagi ikan.
    Salah satu bakteri yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas lingkungan tambak dan sekaligus bersifat sebagai bioflocs adalah Bacillus subtilis. Bacillus subtilis merupakan jenis bakteri yang bersifat sebagai probiotik Integrasi konsep bioflocs dan penggunaan probiotik ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan kualitas air dan pemenuhan protein pakan pada tambak udang vanamei sehingga mampu meningkatkan produktivitas tambak dalam rangka mewujudkan target pemerintah dalam peningkatan produksi produk perikanan







DAFTAR ISI


























DAFTAR GAMBAR

























I. PENDAHULUAN

1.1.    PENDAHULUAN
    Udang Putih (Litopenaeus vannamei Boone.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. Proses budidaya komoditas ini sudah berkembang secara pesat terutama penggunaan teknologi berdasarkan pada proses autotrof yang menggunakan proses fotosintesis fitoplankton sebagai faktor penentu produktivitas perairan tambak. Penggunaan sistem ini masih memiliki beberapa permasalahan seperti kualitas air dan konversi pakan yang tidak stabil.  Untuk itu, perlu dikembangkan suatu sistem budidaya efektif untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui sistem budidaya berbasis teknologi bioflok yang menggunakan komunitas mikroorganisme (mikroalga dan bakteri). Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi bioflok dari campuran mikroba pembentuk bioflok dalam skala pilot yang kemudian diaplikasikan dalam budidaya udang putih untuk mengetahui pengaruh penggunaannya dalam peningkatan efisiensi rasio konversi pakan.
    peningkatan produksi udang berkolerasi dengan meningkatnya penggunaan pakan dan penggunaan obat-obatan sebagai salah satu faktor produksi utama dalam kegiatan budidaya secara intensif. Menurut Bender et al. (2004), alokasi biaya pakan ikan untuk kegiatan akuakultur mencapai 50% atau lebih terutama untuk alokasi biaya komponen protein. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan baru yang mampu mengatasi permasalahan dalam hal pengadaan pakan. Walaupun, secara tidak sadar pertumbuhan kegiatan akuakultur sendiri dapat menimbulkan berbagai permasalahan khusunya yang berkaitan dengan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan.
    Penggunaan pakan buatan yang berlebihan memungkinkan terjadinya peningkatan akumulasi bahan organik dalam tambak atau wadah budiddaya. Kandungan bahan organik tinggi berasal dari sisa pakan, sisa metabolisme/urine, organisme yang mati, pemupukan, pengapuran, pestisida yang digunakan serta konstribusi bahan organik dari sumber air yang masuk ke tambak melalui pergantian air.
    Akumulasi bahan organik pada tambak udang menimbulkan berbagai permasalahan terutama dengan kualitas lingkungan budidaya. Menurut GuttierrezWing dan Malone (2006), metode yang biasa digunakan dalam mengatasi masalah buangan akuakultur adalah dengan sistem ganti air secara terus menerus. Kelemahan yang dimiliki oleh metode ini adalah diperlukannya air baru dalam jumlah banyak dan energi yang cukup besar terutama untuk kegiatan produksi skala menengah sehingga metode ini dinilai kurang efisien. Metode kedua yang bisa digunakan adalah sistem resirkulasi (RAS – recirculating aquaculture system) dengan menggunakan berbagai tipe biofilter berbeda dalam treatment pengolahan limbah. Kelemahan metode ini adalah diperlukannya dana investasi dan biaya operasional yang besar termasuk biaya energi dan tenaga kerja.
    Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan daya dukung ekosistem tambak adalah pemanfaatan mikroorganisme sebagai agen untuk memperbaiki kualitas lingkungan budidaya. Salah satu bakteri yang bersifat menguntungkan bagi kegiatan budidaya perairan adalah Bacillus subtilis karena merupakan salah satu jenis probiotik yang bersifat sebagai bioflok (Anonim 2009). Menurut Queiroz dan Boyd (1998) dalam Irianto (2003), bakteri Bacillus subtilis, B. megaterium, dan B. polymyxa dapat digunakn sebagai probiotik untuk memperbaiki kualitas air pada kolam pemeliharaan channel catfish. Penggunaan inokulan tersebut mampu menyebabkan perubahan spesifik pada variabel kualitas air selama pemeliharaan.
    Penggunaan probiotik diharapkan dapat membantu perbaikan kualitas air tambak, sedangkan konsep bioflok diharapkan mampu merangsang tumbuhnya bakteri probiotik dalam bentuk flocs sehingga mampu memperbaiki kualitas air, flok yang terbentuk juga dapat mengurangi permasalahan pemenuhan kebutuhan protein serta mampu mengurangi ketergantungan udang terhadap pakan buatan. Melalui penerapan sistem bioflok berbasis probiotik diharapkan mampu mendorong terwujudnya target pemerintah dalam peningkatan produksi perikanan
1.2.    Tujuan dan manfaat penulisan
        diharapkan mampu mengatasi permasalahan kualitas air dan pemenuhan protein pakan pada tambak udang vanamei sehingga mampu meningkatkan produktivitas tambak.

II. GAGASAN

    Udang Putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas perikanan laut Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi baik di pasar domestik maupun global. Proses budidaya komoditas ini sudah berkembang secara pesat terutama penggunaan teknologi berdasarkan pada proses autotrof yang menggunakan proses fotosintesis fitoplankton sebagai faktor penentu produktivitas perairan tambak. Penggunaan sistem ini masih memiliki beberapa permasalahan seperti kualitas air dan konversi pakan yang tidak stabil. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu sistem budidaya efektif untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui sistem budidaya berbasis teknologi bioflok yang menggunakan komunitas mikroorganisme (mikroalga dan bakteri).
    Sebagaimana yang diketahui, pakan yang digunakan dalam budidaya udang memiliki kandungan protein tinggi. Pakan yang diberikan tidak seluruhnya mampu diasimilasi oleh tubuh ikan. Hanya sebagian saja yang mampu diasimilasi kedalam tubuh sedangkan sisanya terbuang ke perairan dalam bentuk sisa pakan dan buangan metabolit. Sisa pakan dan buangan metabolit ini menjadi suatu masalah pada tambak udang karena unsur protein yang terlarut akan segera membentuk amoniak yang sangat berbahaya bagi organisme akuatik khususnya udang.
    Amonia (NH3) merupakan produk akhir utama dalam pemecahan protein pada budidaya udang maupun hewan akuatik lainnya. udang mencerna protein pakan dan mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Jumlah amonia diekskresikan oleh ikan bervariasi tergantung jumlah pakan dimasukkan ke dalam kolam atau sistem budaya. Amonia terdapat pada kolam dari bakteri dekomposisi bahan organik seperti dekomposisi pakan (Durborow et al. 1997a).
    Total amonia nitrogen (TAN) merupakan kombinasi antara amonia yang tidak terionisasi (NH3) dan amonium (NH4) (Gambar 1). Penanganan konsentrasi TAN yang tinggi cukup sulit dilakukan namun, pemberian aerasi dapat mengurangi efek beracun dari NH3. Selain itu, tingkat TAN dapat dapat dikurangi melalui peningkatan aerobik Melalui penggunaan aerasi, gas amonia dapat berdifusi dari air kolam ke udara. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa aerasi tidak efektif mengurangi konsentrasi amonia karena volume air dipengaruhi oleh ukuran aerator. Masalah amoniak (NH3) pada kolam juga dapat diatasi dengan memberikan bakteri yang biasa hidup diperairan dan memiliki kemampuan untuk mereduksi amonia menjadi bentuk lainnya yang tidak bersifat toksik bagi ikan (Hargreaves and Tucker 2004).

Gambar 1 siklus Bioflok
    Jumlah amonia diekskresikan oleh ikan bervariasi tergantung jumlah pakan dimasukkan ke dalam kolam atau sistem budaya (Durborow et al. 1997a). Amonia merupakan senyawa yang sangat berbahaya karena dapat mengganggu fungsi fisiologis dalam tubuh bagi organisme akuatik. Selain menggangu fungsi dalam tubuh, konsentrasi amonia yang tinggi disuatu perairan dapat menyebabkan penurunan beberapa parameter kualitas air lainnya. Meningkatnya konsentrasi amonia akan diikuti dengan peningkatan pH air yang berimplikasi pada  penurunan kemampuan oksigen terlarut dalam air (Dissolve oxygen). Peningkatan pH yang diikuti dengan penurunan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan gangguan fungsi fisiologi serta metabolisme seperti respirasi dan penurunan sistem kekebalan tubuh. Ketika terjadi gangguan seperti ini, maka udang sangat rentan terhadap serangan mikroorganisme patogen dan berpotensi mengalami kegagalan panen bahkan kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan suatu manajemen kualitas air yang baik sebagai suatu alternatif pencegahan.
    Menurut Guttierrez-Wing dan Malone (2006), metode yang biasa digunakan dalam mengatasi masalah buangan akuakultur adalah dengan sistem ganti air secara terus menerus. Kelemahan yang dimiliki oleh metode ini adalah diperlukannya air baru dalam jumlah banyak dan energi yang cukup besar terutama untuk kegiatan produksi skala menengah sehingga metode ini dinilai kurang efisien. Metode kedua yang bisa digunakan adalah sistem resirkulasi (RAS – recirculating aquaculture system) dengan menggunakan berbagai tipe biofilter berbeda dalam treatment pengolahan limbah. Kelemahan metode ini adalah diperlukannya dana investasi dan biaya operasional yang besar termasuk biaya energi dan tenaga kerja. Salah satu alternatif yang ditawarkan untuk pencegahan penyakit dan perbaikan kualitas lingkungan perairan tambak adalah dengan penggunaan probiotik atau menerapkan konsep rasio C/N. Penggunaan probiotik yang berasal dari bakteri baik dapat membantu mengatasi permasalahan kualitas air khususnya pada tambak udang. Bakteri probiotik yang biasa digunakan ditambak udang merupakan jenis probiotik yang telah dibuktikan mampu menangani permasalahan akumulasi amoniak akibat sedimentasi tambak.
    Salah satu jenis probiotk yang digunakan dalam budidaya udang vanamei di Indonesia adalah jenis Bacillus subtilis. Bakteri ini asalah salah satu bakteri probiotik yang mampu membentuk bioflok. Bacillus subtilis seperti anggota genus Bacillus lainnya, adalah bakteri yang sangat umum ditemukan dalam tanah, air, udara, dan materi tanaman membusuk (Anonim 2010). Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflok adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflok. Prinsip kerja yang sama yang melibatkan PHA sebagai polimer pembentuk ikatan kompleks mikroorganisme dengan bahan organik dan anorganik adalah seperti pembentukan natta de coco, natta de soya dan klekap di tambak (Anonim 2009).
   

Gambar 2 flok yang sudah terbentuk
    Penambahan unsur karbon organik melalui penambahan karbon organik pada kolam mampu megatasi permasalahan amoniak karena sejumlah bakteri dalam air mampu memanfaatkan unsur nitrogen yang berasal dari sisa pakan namun kinerja bakteri ini menjadi terhambat akibat terbatasnya sumber karbon dalam air (Hargreaves and Tucker 2004). Selain menghasilkan protein yang cukup tinggi, penggunaan sistem ini juga membantu para petambak dalam hal minimisasi ganti air. Proses minimisasi ganti air terjadi akibat adanya bakteri yang mampu memanfaatkan berbagai senyawa hasil buangan yang bersifat toksik atau sisa pakan menjadi biomasa bakteri sehingga mampu memperbaiki kualitas air.
Menurut Avnimelech (1999) dalam Najamuddin (2008), kontrol nitrogen anorganik dalam sistem perairan akuakultur dapat diatur melalui rasio C/N. Hal ini merupakan suatu teknik yang lebih praktis dan murah untuk mengurangi penumpukann nitrogen anorganik di dalam kolam. Kegiatan kontrol nitrogen dapat dilakukan melalui pemberian karbon sebagai sumber energi atau pakan bagi bakteri. Nitrogen akan berkurang karena terjadi penyusunan protein atau SCP (single cell protein) oleh mikroba. Mekanismenya ialah dengan penambahan karbon, amonium akan tereduksi karena dimanfaatkan bakteri untuk memproduksi protein mikroba (Najamuddin 2008).
Gambar 3  terbentuknya amonia
    Permasalahan lain yang muncul pada petambak udang adalah besarnya biaya produksi akibat besarnya biaya pakan. Konsep bioflocs merupakan konsep yang menawarkan hasil akhir berupa pengurangan biaya pakan melalui terbentuknya single cell protein yang mampu meminimalisasi ketergantungan pakan. Menurut Schryver et al (2008), teknologi bioflok adalah suatu sistem budidaya bakteri heterotrof dan alga dalam suatu gumpalan flocs secara terkontrol dalam suatu wadah budidaya atau merupakan suatu sistem yang memanipulasi kepadatan dan aktivitas mikroba sebagai suatu cara megontol kualitas air dengan mentransformasikan amoniun menjadi protein mikrobial agar mampu mengurangi residu dari sisa pakan (Avnimelech et al., 1989, 1992; Crab et al., 2007; dalam Avnimelech and Kochba 2009).
Bio-flocs dibentuk dengan asupan karbon organik atau anorganik yang secara sengaja ditambahkan ke kolam atau tambak seperti molase. Hal ini merupakan suatu teknik yang lebih praktis dan murah untuk mengurangi penumpukann nitrogen anorganik di dalam kolam. Kegiatan kontrol nitrogen dapat dilakukan melalui pemberian karbon sebagai sumber energi atau pakan bagi bakteri. Nitrogen akan berkurang karena terjadi penyusunan protein atau SCP (single cell protein) oleh mikroba. Mekanismenya ialah dengan penambahan karbon, amonium akan tereduksi karena dimanfaatkan bakteri untuk memproduksi protein mikroba (Najamuddin 2008).
    Beristain (2005) dalam Najamuddin (2008), menyatakan bahwa karbon dan nitrogen merupakan satu kesatuan pembentuk jaringan biomassa bakteri. Melalui penambahan unsur karbon diharapkan kebutuhan bakteri dalam air akan karbohidrat tercukupi. Ketika unsur pembentuk biomasa bakteri tercukupi, maka dapat diharapkan terjadi proses pertumbuhan bakteri pembentuk flocs secara signifikan jika dibandingkan dengan keadaan tanpa bioflocs. Flocs yang terbentuk di tambak dapat mengatasi permasalahan protein Menurut Azmin et al. (2007), struktur bioflocs mampu menyumbangkan nilai protein sebesar 50-53%. Hal ini merupakan suatu angka yang cukup baik karena melalui sumbangan protein tersebut dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan protein pada udang vaname. Selain protein zat lain yang juga mampu disumbangkan oleh bioflocs adalah energi sebesar 21%. Sehingga penerapan teknologi bioflocs juga membantu meminimalisasi penggunaan pakan tambahan pada tambak udang.
    Selain keuntungan diatas penggunaan bioflocs juga membantu dalam manajemen oksigen dalam air, sebagai biosecurity dengan menekan bakteri patogen serta manajemen kualitas tanah. Bioflocs terbentuk, jika secara visual di dapat warna air kolam coklat muda (krem) berupa gumpalan yang bergerak bersama arus air. pH air cenderung di kisaran 7 (antara 7,2 – 7,8) dengan kenaikan pH pagi dengan pH sore yang kecil (rentang pH antara 0,02–0,2 ) (Anonim 2009).
Tidak semua bakteri dapat membentuk bioflocs dalam air, seperti dari genera Bacillus hanya dua spesies yang mampu membentuk bioflocs yaitu Bacillus subtilis dan Bacillus cereus. Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat (PHA), terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflocs. Prinsip kerja yang sama yang melibatkan PHA sebagai polimer pembentuk ikatan kompleks mikroorganisme dengan bahan organik dan anorganik adalah seperti pembentukan natta de coco, natta de soya dan klekap di tambak (Anonim 2009). Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton (Jorand et al., 1995 dalam Schryver et al., 2008)
    Pemberian bakteri Bacillus subtilis pada tambak udang yang dikombinasikan dengan penerapan bioflocs melalui penambahan C organik diharapkan mampu menghasilkan flocs yang didominasi oleh bakteri ini. Bakteri ini memiliki kemampuan memanfaatkan karbohidrat karena memiliki enzim seperti α-galaktosidase. Melalui enzim ini diharapkan sumber karbon yang ditambahkan ke dalam tambak udang dapat dimanfaatkan oleh Bacillus subtilis untuk dkonversi menjadi biomasa sel. Menurut Avnimelech (1999), kontrol nitrogen anorganik dapat diatasi denganmenggunakan prinsip pengubahan karbon dan nitrogen melalui proses mikrobial. Prosesnya adalah sebagai berikut:
C organik CO2 + energy + C yang diasimilasi oleh sel mikroba
Bacillus subtilis memiliki banyak manfaat terutama dalam aplikasi industri. bakteri ini digunakan untuk menghasilkan berbagai enzim, seperti amilase dan enzim protease, termasuk subtilisin. Berbagai enzim yang dihasilkan oleh bakteri ini seperti amilase digunakan untuk memecah sumber karbon yang dihasilkan dan protease untuk memecah protein. Menurut Ochoa dan Olmos (2010), bakteri dari golongan Bacillus memiliki enzim protease yang tinggi dan mampu memanfaatkan protein yang terdapat pada pakan tambahan pada tambak pemeliharaan udang. Bakteri ini bekerja sebagai agen bioremediasi detritus organik pada tambak dan menghasilkan molekul yang lebih sederhana bagi organisme lain seperti bakteri nitrifikasi untuk berkembang. Prinsip kerja yang digunakan oleh bakteri ini adalah proses oksidasi. Proses oksidasi dilakukan untuk memecah senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana guna menghasilkan energi bagi pertumbuhan atau peningkatan biomasa.
    Berkembangnya bakteri Bacillus subtilis yang diharapkan disertai dengan berkembangnya bakteri nitrifikasi diharapkan mampu mengatasi permasalahan amonia (NH3) dalam tambak. Menurut Antony dan Philips (2006), bakteri nitrifikasi berperan pengubahan amonia menjadi nitrit dan nitrat dalam siklus nitrogen sehingga mampu mengatasi akumulasi bahan organik dan amonia dalam air. Melalui teknik ini diharapkan akan diperoleh kualitas air yang baik serta mengurangi penggunaan pakan buatan dan pergantian air pada tambak.
    Minimisasi penggunaan pakan buatan secara tidak langsung berperan dalam mengurangi ketergantungan penggunaan tepung ikan. Seperti yang kita ketahui, bahan baku tepung ikan berasal dari kegiatan penangkapan yang saat ini telah mendekati overfishing. Manfaat lain yang diperoleh adalah mengurangi polusi lingkungan dan menghemat penggunaan air bersih. Melalui pendekatan ini, pergantian air ditekan hingga mencapai angka nol sehingga dalam satu kali siklus produksi hanya membutuhkan satu kali penggunaan air saja pada awal penebaran benur. Penerapan teknologi bioflocs berbasis probiotik ini diharapkan mampu mendorong program pemerintah khusunya tahun 2010-2014 dalam upaya peningkatan produksi perikanan khususnya produksi udang sebesar 74,75%. dengan dukungan lingkungan budidaya yang sehat (health pond).



















III. KESIMPULAN
   
    Penerapan sistem bioflok berbasis probiotik sangat mungkin diterapkan pada kegiatan budidaya udang. Penerapan sistem bioflok menggunakan bakteri probiotik Bacillus subtilis diharapkan mampu mengatasi permasalahan kualitas air akibat sedimentasi yang terjadi pada tambak udang. Penggunaan Bacillus subtilis yang memiliki sifat bioflok memiliki tujuan untuk mengatasi permasalahan amoniak pada tambak udang serta memberikan kontribusi protein bagi kegiatan budidaya udang yang berimplikasi pada meningkatnya kualitas produk budidaya sehingga mampu mendorong terlaksananya program pemerintah dalam peningkatan produk hasil perikanan terutama komoditas udang.















IV. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrof Dengan Bioflocs.
Bender, J., Lee, R., Sheppard, M., Brinkley, K., Philips, P., Yeboah, Y., Wah, R.C.     2004. A waste effluent treatment system based on microbialmats for black sea     bass Centropristis striata recycled water mariculture
Durborow Robet M et al. 1997a. Amonia in fish ponds. Southern Regional     Aquaculture Center, SRAC publication 463.
Durborow Robet M et al. 1997b. Nitrite in fish ponds. Southern Regional Aquaculture     Center, SRAC publication 462.
Najamuddin Musyawarah. 2008. Pengaruh Penambahan Dosis Karbon yang Berbeda     terhadap Produksi Benih Ikan Patin (Pangasius sp.) pada Sistem Pendederan     Intensif. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu     Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Supono Wardianto. 2008. Evaluasi budidaya udang putih (Litopenaeus Vannamei)     dengan meningkatkan kepadatan tebar di tambak intensif


















Lampiran

                CURRICULUM VITAE

1. Ketua Pelaksana
a. Nama                            :  wawan setyawan
b. NIM                            :  26010210141005
c. Tempat/Tanggal Lahir                 :  Demak 10 Desember 1990
d. Karya Tulis yang pernah dibuat          :  GT Teknologi bioflok
e. Penghargaan ilmiah yang pernah didapat     : -

2. Anggota Pelaksana Kegiatan:

a. Nama                            :
b. NIM                            :
c. Tempat/Tanggal Lahir                :
d. Karya Tulis yang pernah dibuat            :
e. Penghargaan ilmiah yang pernah didapat    :

1 komentar: